Kasus SMAN 1 Cimarga Tabir Gelap Pendidikan di Banten antara Disiplin, Kekuasaan, dan Krisis Moral

sultannews.co.id
Rabu | 16:11 WIB Last Updated 2025-10-15T09:11:37Z
Photo Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD), Elmy Fuadi


SERANG,- Menyikapi polemik penonaktifan Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi Jabodetabeka-Banten menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi yang terjadi di lingkungan pendidikan tersebut.



Melalui Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD), Elmy Fuadi, HMI menekankan pentingnya penanganan kasus secara berimbang, transparan, dan proporsional guna menjaga keadilan dan integritas dunia pendidikan di Provinsi Banten.



“Kami menghormati semangat perlindungan terhadap hak-hak siswa dan menolak segala bentuk kekerasan di dunia pendidikan. Namun pada saat yang sama, kami juga menyerukan agar proses klarifikasi dan penonaktifan kepala sekolah dilakukan melalui mekanisme yang adil, tidak tergesa-gesa, serta tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ujar Elmy Fuadi.



HMI Nilai Gubernur dan Sekertaris Daerah (SEKDA) Terlalu Tergesa-gesa Elmy menilai bahwa Gubernur Banten Andra Soni dan Sekretaris Daerah Provinsi Banten Deden Apriandhi Hartawan, terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan terkait penonaktifan kepala sekolah tersebut. Ia menegaskan, kepala sekolah memiliki tanggung jawab penting dalam menjaga kedisiplinan dan membentuk karakter peserta didik.



Dalam konteks tersebut, HMI mengacu pada Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, yang memberikan mandat kepada kepala sekolah untuk menegur atau mengambil tindakan terhadap pelanggaran aturan di sekolah.



“Dalam Permendikbud No. 64 Tahun 2015 Pasal 5 dijelaskan bahwa kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain dilarang merokok di lingkungan sekolah. Kepala sekolah wajib menegur, memperingatkan, atau mengambil tindakan terhadap siapapun yang melanggar aturan tersebut. Ini adalah acuan yang jelas dan harus dipahami oleh seluruh pelajar,” tegas Elmy.



Ia menambahkan, kegaduhan yang muncul akibat kasus ini dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap moral dan etika pendidikan di Provinsi Banten.



“Penegakan disiplin adalah bagian dari tanggung jawab kepala sekolah. Oleh karena itu, sangat penting bagi Dinas Pendidikan dan pihak terkait untuk tidak melihat insiden ini hanya dari satu sisi, tetapi juga mempertimbangkan konteks, niat, dan kronologi secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan,” lanjutnya.



Desak Evaluasi Adil dan Transparan

Elmy juga menyayangkan apabila keputusan administratif seperti penonaktifan dilakukan hanya karena tekanan opini publik, tanpa melalui proses klarifikasi yang menyeluruh.



“Kami mendesak Gubernur Banten, Sekertaris Daerah (Sekda) Banten dan Dinas Pendidikan Provinsi agar mengedepankan prosedur yang adil serta memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk menyampaikan klarifikasinya. Dunia pendidikan harus dijauhkan dari tekanan populisme sesaat yang dapat mengorbankan profesionalisme,” ujarnya.



HMI Siap Kawal dan Dorong Perbaikan Sistem Pendidikan Lebih lanjut, HMI Badko Jabodetabeka-Banten menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas serta membuka ruang dialog dengan seluruh pemangku kepentingan.



HMI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu-isu pendidikan secara kritis dan konstruktif, serta mengajak seluruh pihak menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran kolektif untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih manusiawi, adil, dan bermartabat.



“Kami berharap polemik ini menjadi momentum evaluasi bersama agar pendidikan di Banten kembali pada nilai-nilai keadilan, etika, dan integritas,” tutup Elmy Fuadi.



Editor : Tayo

iklaniklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kasus SMAN 1 Cimarga Tabir Gelap Pendidikan di Banten antara Disiplin, Kekuasaan, dan Krisis Moral

Trending Now

Iklan