Jakarta — Suasana pemerintahan Kota Serang, Banten, memanas setelah mencuat dugaan praktik korupsi dalam proses tukar-menukar (ruislag) tanah antara Pemerintah Kota (Pemkot) Serang dan PT Bersama Kembang Kerep Sejahtera (BKKS). Menyikapi hal tersebut, Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Masyarakat Banten Anti Korupsi dan Kekerasan (LSM JAMBAKK) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI di Jakarta.
Ketua LSM JAMBAKK Provinsi Banten, Feriyana, dalam keterangannya kepada awak media menyebut aksi tersebut merupakan bentuk desakan kepada dua lembaga penegak hukum agar segera memproses laporan dugaan korupsi ruislag tanah yang melibatkan unsur legislatif, eksekutif, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Serang, serta adanya dugaan keterlibatan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dalam proses analisis harga tanah.
“Kami sudah melaporkan dugaan kasus ini secara resmi ke KPK dan Kejaksaan Agung RI. Kami ingin melihat siapa yang lebih cepat menindaklanjuti laporan kami karena ini sudah hampir satu bulan tanpa kejelasan,” tegas Feriyana.
LSM JAMBAKK tercatat telah mengirimkan dua laporan resmi, masing-masing dengan nomor surat 15/09/LAPDU/DPP-JAMBAKK/IX/2025 kepada KPK dan 17/09/LAPDU/DPP-JAMBAKK/IX/2025 kepada Kejaksaan Agung RI. Laporan tersebut dilengkapi 300 lembar dokumen pendukung, baik secara online maupun offline, dan telah diterima oleh bagian pengaduan masyarakat (Dumas) KPK.
Dugaan Mark-Up Nilai Tukar Tanah. Dalam laporan tersebut, JAMBAKK menyoroti adanya dugaan mark-up harga tanah dalam proses tukar-menukar antara Pemkot Serang dan PT BKKS. Berdasarkan dokumen yang diperoleh, tanah milik Pemkot Serang yang berlokasi strategis di Jalan Raya Serang–Jakarta, Kelurahan Penancangan, Kecamatan Cipocok Jaya dengan luas 31.390 m², dinilai senilai Rp91,68 miliar atau sekitar Rp2,92 juta per meter persegi.
Sebaliknya, tanah pengganti milik PT BKKS yang berlokasi di Jalan Raya Pandeglang, Kelurahan Kemanisan, Kecamatan Curug, Kota Serang, dengan luas 44.046 m², justru dinilai Rp90,66 miliar atau sekitar Rp2,05 juta per meter persegi, meski berada di kawasan perkampungan dengan akses yang jauh kurang strategis.
Feriyana menilai hasil penilaian tersebut janggal dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Menurut hasil investigasi kami, nilai jual objek pajak (NJOP) di lokasi tanah pengganti hanya berkisar Rp500.000 hingga Rp1.000.000 per meter persegi. Artinya, nilai yang ditetapkan sangat tidak wajar dan berpotensi menimbulkan kerugian negara,” ujarnya.
Soroti Peran KPKNL dan Proses Administrasi JAMBAKK juga mempertanyakan hasil penilaian dari KPKNL, yang dianggap tidak sesuai dengan saran KPK dalam surat B/4959 KSP.00/70-73/08/2022 kepada Pemkot Serang.
Dalam dokumen yang sama, disebutkan bahwa pada tahun 2020 nilai tanah Pemkot sebesar Rp66,6 miliar meningkat menjadi Rp91,68 miliar pada 2023. Sebaliknya, tanah milik PT BKKS justru mengalami penurunan nilai dari Rp106,29 miliar pada 2020 menjadi Rp90,66 miliar pada 2023.
Selain itu, JAMBAKK menilai tidak adanya urgensi atas pembangunan Serang Convention Center (SCC) yang dijadikan alasan utama pertukaran lahan tersebut. Padahal, menurut mereka, proyek tersebut justru dijadikan pembenaran terhadap transaksi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Feriyana juga menegaskan bahwa dugaan pelanggaran dalam ruislag ini tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD).
“Kami menilai ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan aset daerah. Karena itu, kami meminta KPK segera memeriksa seluruh pihak yang terlibat, termasuk pejabat Pemkot Serang, pihak PT BKKS, dan oknum yang diduga terlibat dalam proses penilaian,” ujar Feriyana menegaskan.
Desakan Penegakan Hukum LSM JAMBAKK berharap laporan yang mereka ajukan dapat segera ditindaklanjuti secara transparan oleh KPK maupun Kejaksaan Agung RI. Feriyana menekankan bahwa kasus ini harus menjadi perhatian serius karena menyangkut potensi kerugian keuangan negara dan pencideraan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
“Kami datang ke Jakarta bukan hanya untuk berdemo, tetapi untuk memastikan laporan kami diproses secara hukum. Ini demi keadilan dan transparansi bagi masyarakat Banten,” pungkasnya.



