Penulis Oleh : Naseh al-aziiz (Badko Jabodetabeka-Banten)
JAKARTA,- Internalisasi Nilai Dasar Perjuangan (NDP) bukan sekadar agenda dalam proses perkaderan, melainkan merupakan upaya membentuk jati diri kader HMI yang paling mendasar. Dalam penyelenggaraan Advance Training LK III yang menghadirkan Dr. Zezen Zainal Muttaqin, S.H.I., LL.M., S.J.D., pemaknaan ulang terhadap NDP menjadi semakin relevan. Hal ini karena kader HMI hari ini berada di pusaran perubahan sosial-politik yang berlangsung cepat dan penuh kompleksitas. Pada titik tersebut, NDP kembali menegaskan dirinya sebagai kompas moral dan ideologis yang menuntun arah gerak organisasi.
Pertama, dimensi teologis dalam NDP mengembalikan orientasi perjuangan kader kepada kesadaran ilahiah—bahwa aktivitas perjuangan bukan semata-mata urusan duniawi, tetapi juga bagian dari ibadah. Dimensi ini menuntut ketulusan, kedisiplinan, dan integritas. Kesadaran tauhid bukan hanya konsep, tetapi energi spiritual yang membentuk keteguhan sikap kader saat berhadapan dengan godaan kekuasaan maupun kepentingan pragmatis. Di tengah politik yang kerap kehilangan moralitas, pijakan teologis menjadi sangat penting agar kader HMI tidak terseret pada arus yang menyesatkan.
Kedua, dimensi kosmologis mengajak kader memandang realitas secara lebih luas dan mendalam. Dunia tidak hanya dipahami sebagai ruang fisik, melainkan sebagai tatanan yang memiliki dinamika, nilai, serta keterkaitan antara satu aspek dengan lainnya. Kesadaran kosmologis menuntut kader HMI untuk membaca isu lingkungan, kemajuan teknologi, ekonomi global, hingga pergeseran peradaban dengan perspektif yang holistik. Ketika kerusakan alam, perubahan iklim, dan ketimpangan global semakin menajam, perspektif ini menjadi sangat diperlukan. Kader HMI dituntut untuk terlibat sebagai bagian dari solusi, bukan sekadar menjadi penonton.
Ketiga, dimensi antropologis menegaskan bahwa manusia memiliki akal, kreativitas, dan kapasitas untuk mengubah keadaan. Dalam kerangka NDP, manusia diposisikan sebagai subjek pembangunan yang memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki dunia. Nilai ini menekankan pentingnya empati, kepedulian sosial, dan kemampuan membaca persoalan secara kritis. Kader HMI diharapkan hadir sebagai agen perubahan yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif—mampu merumuskan gagasan, mendialogkan nilai, serta mempraktikkan kepemimpinan yang transformatif.
Ketiga dimensi tersebut membentuk satu kesatuan arah perjuangan kader HMI. NDP tidak berhenti pada aspek konseptual; ia harus dihidupkan dalam sikap, perilaku, dan tindakan nyata. Tantangannya adalah bagaimana nilai-nilai tersebut dapat benar-benar diimplementasikan. Bagaimana kader bukan hanya fasih berteori, tetapi mampu memberikan teladan. Bagaimana NDP tidak berhenti sebagai jargon, tetapi menjadi napas perjuangan.
Dalam forum Advance Training itu, antusiasme para peserta menunjukkan bahwa internalisasi NDP bukan hanya relevan, tetapi semakin mendesak. Di tengah tekanan sosial yang meningkat, krisis nilai yang mencuat, serta perubahan teknologi yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia, NDP hadir sebagai landasan yang menjaga kader tetap berpijak pada nilai luhur sambil luwes beradaptasi menghadapi perubahan zaman.
Pada akhirnya, internalisasi NDP adalah proses panjang yang membutuhkan komitmen. Ia bukan semata tanggung jawab individual, melainkan bagian dari ikhtiar kolektif HMI untuk melahirkan kader yang matang secara spiritual, tajam secara intelektual, dan kuat secara moral. Inilah tugas besar yang menanti generasi hari ini. Dari forum tersebut, terlihat bahwa semangat itu masih menyala—siap menuntun langkah perjuangan menuju Indonesia yang lebih adil, beradab, dan maju.



