Seleksi Sekda Banten Cacat Hukum dan Transparansi, Masyarakat Gugat Seleksi Sekda ke PTUN dan Ombudsman

sultannews.co.id
Jumat | 13:33 WIB Last Updated 2025-06-13T06:35:11Z

Oleh: Imam Fachrudin, S Ag, SH 
Ketum Paseba Tangerang Utara

OPINI - Proses seleksi terbuka Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten kembali memunculkan polemik. Alih-alih menjadi contoh reformasi birokrasi, seleksi ini justru menampilkan pelanggaran terhadap Asas - asas Umum Pemerintahan yang baik dan krisis transparansi yang serius. Kami, Paseba Tangerang Utara, menyatakan sikap tegas: seleksi ini harus digugat, dan kami akan melayangkannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) serta mengadukan ke Ombudsman Republik Indonesia.

Kami tidak asal bicara. Tiga nama yang direkomendasikan Panitia Seleksi (Pansel) untuk jabatan Sekda, termasuk Deden Apriandhi, dinilai dipilih tanpa dasar yang jelas. Sampai hari ini, publik tidak bisa mengakses nilai asesmen, indikator penilaian, atau bobot kualifikasi masing-masing kandidat. Ini bukan hanya persoalan teknis administratif, tetapi pelanggaran terhadap asas keterbukaan publik.

Kami mempertanyakan: apa alasan nilai para peserta tidak dipublikasikan? Apa dasar akademik dan objektif yang membuat seorang kandidat bisa mendapat nilai tinggi, padahal secara rekam jejak akademis maupun kinerja birokrasi, tidak terlihat menonjol? Ini adalah bentuk pengabaian terhadap prinsip meritokrasi yang seharusnya menjadi pilar utama dalam seleksi pejabat publik.

Yang lebih ironis, salah satu anggota pansel adalah akademisi dari Untirta, Prof. Suwaib Amiruddin. Kami sangat kecewa jika ada dosen yang seharusnya menjaga marwah keilmuan, justru memberi nilai tinggi tanpa indikator yang bisa diuji secara objektif. Independensi akademik bukan untuk memperhalus kepentingan politik, tapi untuk menjaga keadilan dan akuntabilitas proses.

Kami menduga kuat bahwa proses ini sarat konflik kepentingan. Hubungan masa lalu antara Gubernur Andra Soni dan Deden Apriandhi saat keduanya di DPRD Provinsi Banten menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini seleksi terbuka atau sekadar formalitas untuk melegalkan balas jasa politik?

Banten tidak boleh kembali ke masa lalu, di mana jabatan tinggi diserahkan karena kedekatan, bukan karena kompetensi. Gubernur Andra Soni tidak bisa hanya diam dan menyatakan tidak ikut campur. Justru diam di tengah kontroversi adalah bentuk keterlibatan pasif yang sama berbahayanya dengan manipulasi aktif.

Kami menuntut transparansi penuh: buka seluruh dokumen asesmen, nilai makalah, skor wawancara, dan peta kompetensi semua kandidat. Publik punya hak tahu. Ini bukan seleksi pribadi, tapi seleksi jabatan publik tertinggi di level birokrasi provinsi.

Ombudsman harus segera turun tangan untuk melakukan pemeriksaan khusus atas proses seleksi ini. Jika ditemukan maladministrasi, maka seluruh proses seleksi Sekda Banten harus dibatalkan dan diulang dari awal dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas penuh.

Kami juga tengah menyusun gugatan ke PTUN atas dasar pelanggaran prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Kami ingin menguji legalitas keputusan Gubernur dan Pansel, agar tidak menjadi preseden buruk bagi proses seleksi jabatan publik ke depan.

Rakyat Banten bukan hanya penonton. Kami adalah penjaga etika publik. Jika Gubernur Andra Soni ingin dikenang sebagai pemimpin perubahan, maka mulailah dengan membersihkan proses seleksi ini. Jika tidak, sejarah akan mencatat bahwa ia gagal dalam ujian integritas birokrasi.
iklaniklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Seleksi Sekda Banten Cacat Hukum dan Transparansi, Masyarakat Gugat Seleksi Sekda ke PTUN dan Ombudsman

Trending Now

Iklan