Oleh: Advokat Suwadi, SH, MH.
1. Pasal 2 ayat (1):
Bahwa ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP Nasional (asas legalitas) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat ( _living law_ ) yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang ini .
2. Pasal 2 ayat (2):
Hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku di tempat hukum itu hidup, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD NRI 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
3. Pasal 2 ayat (3):
Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan peraturan pemerintah.
4. Pasal 597 ayat (1):
Setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.
5. Pasal 66 ayat (1) huruf f:
Pidana tambahan dapat berupa pemenuhan kewajiban adat setempat .
*Implikasi Penerapan*
1. Pengakuan dan Perlindungan Hukum Adat:
KUHP Nasional mengakui dan melindungi hukum adat sebagai bagian dari sistem hukum di Indonesia. Ini berarti hukum adat dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu perbuatan dapat dipidana, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas hukum umum .
2. Dasar Pertimbangan Hakim:
Hakim dapat menggunakan hukum adat sebagai pertimbangan dalam memutus perkara konkret. Hal ini sejalan dengan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yang memungkinkan hakim menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
3. Pembentukan Peraturan Daerah:
Pengaturan mengenai hukum pidana adat dapat menjadi dasar pembentukan peraturan daerah, sehingga memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat.
4. Tantangan dan Kekhawatiran:
- Ketidakjelasan Batasan:
Ketidakjelasan batasan dalam pasal living law dapat memicu kekhawatiran akan terjadinya persekusi dan praktik main hakim sendiri.
- Potensi Dominasi:
Pasal ini menciptakan potensi dominasi dari kelompok tertentu yang berusaha memengaruhi pembentukan peraturan pemerintah sesuai pandangan mereka.
- Penjaminan HAM:
Penerapan living law menjadi tantangan dalam penjaminan hak asasi manusia karena frasa yang ambigu dapat mengakibatkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM.
5. Perlunya Peraturan Pemerintah:
Untuk menghindari penyalahgunaan dan memastikan perlindungan hak asasi individu, diperlukan kejelasan dan pengaturan yang bijaksana dalam implementasi hukum adat dalam KUHP Nasional. Pasal 2 ayat (3) KUHP Nasional mengamanatkan adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat .
KUHP Nasional memberikan landasan hukum bagi penerapan hukum adat, tetapi juga menimbulkan tantangan terkait dengan kepastian hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Salam Officium Nobile



