JAKARTA — Gerakan Pemuda Islam Nusantara (GPIN) menggelar aksi demonstrasi di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025) sekitar pukul 13.00 WIB. Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes terhadap penunjukan Komjen Pol. Suyudi Ario Seto sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang masih berstatus sebagai perwira tinggi aktif Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
GPIN menilai kebijakan tersebut merupakan persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia. Penunjukan Kepala BNN dari unsur Polri aktif tidak dapat dipandang semata sebagai penempatan jabatan administratif, melainkan mencerminkan cara pandang negara terhadap prinsip independensi lembaga, reformasi sektor keamanan, serta komitmen nyata dalam pemberantasan narkotika yang bersih dan berintegritas.
Koordinator Lapangan aksi yang juga Presidium Nasional GPIN, Arjuna Gani, menyatakan bahwa praktik rangkap jabatan yang melekat pada Komjen Pol. Suyudi menunjukkan masih kuatnya dominasi institusi Polri dalam menduduki posisi strategis lintas lembaga negara, termasuk lembaga yang secara konseptual dan yuridis seharusnya berdiri relatif independen seperti BNN.
“Rangkap jabatan ini menimbulkan pertanyaan mendasar terkait batas kewenangan, garis komando, dan loyalitas institusional yang berpotensi tumpang tindih. Dalam perspektif tata kelola pemerintahan yang baik, kondisi tersebut bukan hanya berisiko menimbulkan konflik kepentingan, tetapi juga melemahkan akuntabilitas publik,” ujar Arjuna dalam orasinya.
Menurut GPIN, sejak awal BNN dibentuk sebagai lembaga negara nonkementerian dengan mandat khusus untuk menangani persoalan narkotika secara komprehensif, mulai dari pencegahan, pemberantasan, hingga rehabilitasi. Namun, ketika pimpinan tertingginya dijabat oleh perwira Polri aktif, arah kebijakan BNN dinilai berpotensi bergeser ke paradigma penegakan hukum yang dominan represif dan penindakan semata.
“Kami khawatir filosofi penanggulangan narkotika yang seharusnya berbasis kesehatan publik dan pendekatan sosial justru tereduksi menjadi pendekatan keamanan semata,” lanjutnya.
GPIN juga menduga penunjukan tersebut mencerminkan kegagalan negara dalam membangun kepemimpinan sipil yang profesional dan independen di sektor strategis. Menurut mereka, pola pengisian jabatan semacam ini memperkuat kesan stagnasi reformasi institusi penegak hukum dan cenderung mempertahankan status quo, di mana pengaruh struktural Polri terus meluas ke berbagai lembaga negara.
Lebih lanjut, GPIN menilai rangkap jabatan Kepala BNN berpotensi melemahkan fungsi pengawasan, baik internal maupun eksternal. Dalam praktik pemberantasan narkotika, tidak jarang kasus justru melibatkan oknum aparat penegak hukum. Kondisi ini, menurut GPIN, dapat menimbulkan keraguan publik terhadap independensi dan objektivitas penanganan perkara, khususnya apabila menyentuh jaringan atau oknum di dalam institusi kepolisian.
“Situasi ini rawan menciptakan konflik loyalitas dan membuka ruang impunitas,” tegas Arjuna.
Dari sudut pandang etika pemerintahan dan profesionalisme birokrasi, GPIN menegaskan bahwa pimpinan lembaga strategis seharusnya bebas dari ikatan struktural dengan institusi lain yang berpotensi memengaruhi pengambilan kebijakan. Status keaktifan Komjen Pol. Suyudi di Polri dinilai menimbulkan pertanyaan serius mengenai garis pertanggungjawaban dan independensi kebijakan BNN.
GPIN juga menilai praktik rangkap jabatan ini menjadi preseden buruk dalam tata kelola kelembagaan negara. Jika terus dibiarkan, lembaga-lembaga yang seharusnya independen dikhawatirkan semakin tersubordinasi oleh institusi tertentu, sehingga prinsip checks and balances kehilangan makna.
Atas dasar tersebut, GPIN menyatakan bahwa penunjukan Komjen Pol. Suyudi Ario Seto sebagai Kepala BNN dalam status perwira aktif Polri merupakan langkah yang keliru dan kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan narkotika yang berkeadilan, transparan, dan akuntabel.
GPIN mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah korektif dengan menegaskan prinsip independensi BNN, baik melalui penunjukan pimpinan dari figur yang benar-benar independen maupun dengan mewajibkan pelepasan status keaktifan kepolisian sebelum menduduki jabatan Kepala BNN.
“Pemberantasan narkotika menyangkut masa depan generasi bangsa dan tidak boleh dikompromikan oleh kepentingan institusional, praktik rangkap jabatan, maupun logika kekuasaan. Hanya dengan kepemimpinan yang independen dan bebas konflik kepentingan, BNN dapat menjalankan mandatnya secara optimal serta memulihkan kepercayaan publik,” Ungkapnya
Dalam orasinya, ia mengajak agar massa aksi tetap konsisten mengawal putusan Mahkamah konstitusi Nomor 114 tahun 2025. Maka kami akan tetap diposisi berlawanan sehingga para oknum oknum-oknum pembangkang konstitusi dapat tunduk dan patuh terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). tutup Arjuna Gani.
Penulis : Ty



